Sejujurnya saya tidak tahu apakah saya akan mengatakan hal yang kontroversial lagi kali ini. Ini adalah hal rumit yang sulit dibicarakan. Kadang semua terasa terlalu banyak untuk dibicarakan namun hal itu kadang terlalu mendesak untuk saya bicarakan.
Di tahun ke 22 saya hidup, isi status whatsapp saya sangatlah beragam. Ada diantara mereka yang sibuk dengan cara mereka untuk menarik validasi atas kerja keras mereka, ada dari mereka yang masih sibuk menjadi mahasiswa yang sibuk dengan dunianya, ada Sebagian lagi yang sibuk dengan hubungan romansa mereka, dan Sebagian lagi sibuk untuk membagikan moment bahagia pernikahan mereka dengan pasangan mereka, atau bahkan dengan riang membagikan perkembangan buah hati mereka ke media sosial saya. Saya tidak akan menghakimi mereka untuk hal ini, karena bagi say acara orang bahagia itu berbeda-beda caranya, dan mungkin saja cara mereka bahagia sama sekali berbeda dengan cara saya bahagia. Itu adalah bentuk ke aneka ragaman duniawi, dan selama kebahagian mereka tidak mengusik saya, saya tidak akan ambil pusing soal itu, atau malah akan mendoakan mereka untuk terus bahagia asal dalam koridor kebaikan.
Saya sering kali mengatakan bahwa dunia saya menjadi hitam putih sejak beberapa tahun lalu, mungkin agak berlebihan, tapi mungkin begitulah singkatnya saya menggambarkan keadaan hidup saya kali itu. Saya yang terbiasa dengan lingkungan yang besar dengan banyak-banyak hal yang berisik di sekitar saya, untuk sekejap akhirnya masuk ke dunia baru dimana yang ada hanya saya dan bayangan saya. Tidak ada kebisingan yang saya benci dulu, tapi rasanya agak aneh. Kadang saya bertanya “Bukankah saya mendapat apa yang saya inginkan sekarang?” terjadi kebingungan disana, ada sesuatu yang saya dapati, namun disisi lain itu terasa hampa dan seperti omong kosong, bahkan yang saya sadari adalah suara kepala saya akan terasa lebih menyiksa ketika saya sendirian.
Saya mengalami periode paling berat selama hidup saya sampai sekarang ini, ketika saya akhirnya kehilangan setengah kewarasan saya karena me”romansai” cerita saya dengan orang yang salah. Tidak ada nama yang perlu saya sebut, meskipun dia tidak akan datang untuk membaca tulisan saya ini seperti yang dia lakukan 4 tahun yang lalu. Saya tak meyangkal bahwa saya menginginkan dia untuk membaca ini, tapi disatu sisi saya juga jengah untuk berharap terus soal itu. Menjadi asing dan melupakan adalah hal yang saya rasa terbaik untuk saya lakukan sekarang ini. Ini adalah periode yang penting, karena untuk pertama kali di hidup saya, saya benar-benar merasakan gelap tanpa Cahaya. Kehilangan teman-teman seperjuangan dan kehidupan yang manis dulu akhirnya secara tidak sadar saya tumpukkan kepada harapan saya untuk menjadi pendamping hidupnya. Dia akhirnya menjadi sebuah harapan terakhir sebelum saya akhirnya menemukan fakta bahwa memang kita berdua hanya di ciptakan untuk menjadi angin lalu saja. Saya tidak akan menyalahkan dia kali ini, karena saya sekarang sepenuhnya sadar bahwa hal itu adalah salah satu kebodohan saya untuk menggantungkan kebahagian kepada orang lain. Saya secara tidak sadar akhirnya berusaha menghidupi masa lalu saya dengannya di dalam diri orang lain. Ini akhirnya kadang terasa jahat, walaupun saya kadang mencoba untuk mengatakan bahwa saya sudah terlahir menjadi seseorang yang lain, namun saya tak menampik bahwa saya kadang berusaha untuk menggantikan “Dia” dengan “Dia” yang lain.
Tepat pada awal-awal saya kehilangan dia, saya sangat memusuhi tuhan, karena saya tidak mendapatkan semua yang saya harapkan. Rasa sakit yang tak bisa saya tumpahkan ke siapapun itu saya tumpahkan ke pencipta saya secara sadar. Saya tidak mengetahui alasan mengapa semesta tak mengijinkan saya untuk bersamanya, dan itu akhirnya menjadi pertanyaan tersendiri bagi saya. Hal ini berlangsung cukup lama, sebelum akhirnya lebaran tahun ini saya mengetahui alasannya dari sahabat saya. Sahabat saya yang lama tak saling sapa itu tiba-tiba saja datang ke rumah saya dan berkata “ Dia berencana untuk menikah, namun gagal karena terkendala restu orang tuanya.” Saya yang tidak menyangka dengan kalimat itu hanya bisa merasa aneh, sebelum akhirnya satu kalimat utuh darinya menjadi jawaban dari pertanyaan saya itu, dia berkata “Orang tuanya selektif terhadap materi calon pasangannya.” Saya memang mengenal orang tuanya, tapi tidak menyangka bahwa dia akan bertindak sejauh itu. Seketika saja, satu kalimat itu membuat saya bergidik, karena rasanya saya akan mengalami hal yang serupa apabila saya terus bersamanya. Sesungguhnya saya telah mendapat banyak alasan lain, dan akhirnya tahu mengapa tuhan berusaha menjauhkan saya dengannya, namun saya rasa ini terlalu personal dan tidak etis untuk diceritakan.
Saya memang tidak berlatar belakang keluarga berada, namun saya cukup berada jika bicara tentang kasih sayang utuh dari keluarga, sesuatu yang saya janjikan kepada pasangan saya nanti, bahwasannya kedua orang tua saya akan menerimanya dengan tangan terbuka dan pelukan hangat sebagai anak barunya nanti. Ini mungkin klise, kita juga tidak bisa makan dengan kasih sayang, namun bisa makan tanpa kasih sayang juga tidak baik, memang baiknya yang seimbang dan sederhana saja.
Kawan-kawan saya juga selalu bertanya kepada saya tentang kapankah saya akan mencari penggantinya. Namun saya tidak mau menanggapi serius soal itu, prioritas saya masih pada bagaimana saya harus memperbaiki diri terlebih dahulu. Mungkin ini adalah cara terbaik tuhan mengajari saya sesuatu yang penting. Bentuk penerimaan diri adalah kemauan kuat saya untuk waktu ini, saya ingin mencintai diri saya sendiri, melakukan hal-hal yang saya sukai tanpa perlu takut dengan stigma aneh dari Masyarakat, karena saya yakin nantinya saya akan menemukan dia yang menerima segala kekurangan dan ke anehan saya, dan saya harus membalas itu dengan hal yang lebih baik lagi. Kasih sayang terbaik adalah kasih sayang kuat dari keduanya, dan tidak berat sebelah. Tidak ada perbedaan antara adam dan hawa dalam masalah rasa dan karsa, semua abadi dalam makna cinta dan mencintai. Saya pikir saya akan menemukan versi terbaik untuk sesuatu yang saya cari dan saya upayakan, sesuatu yang dekat dengan kesempurnaan subjektif bagi saya, dan sisanya adalah penghormatan dan konsekuensi saya sebagai balas budi saya untuk upaya dia menerima kekurangan saya. Saya memang tidak putih bersih, banyak noda dosa yang tertinta legam di rekam jejak saya, namun saya akan berusaha untuk membuktikan bahwa saya pantas untuk kata maaf itu, saya sangat menyesali semua dosa yang melibatkan orang banyak dan tidak pernah saya ceritakan sebelumnya.
Saya sepenuhnya berusaha untuk menjadi manusia Merdeka, untuk bahagia dan berpendapat. Saya akan menghidupi kebahagiaan saya tanpa perlu melihat kebelakang dan melemparkan masalah tersebut ke orang lain. Saya akan terus mengupayakan kedamaian saya dan kedamaian orang-orang disekitar saya.
Komentar
Posting Komentar