“Tidak… dia nampaknya tak akan bertahan lebih lama lagi.”
“Aku harap ini adalah moment-moment terbaik di sisa hidupnya.”
Suara berisik itu terus bersahut-sahutan diruangan tersebut. Akiong yang sudah lama di terpa oleh penyakit lansia kini telah sampai pada kekalahan atas pertarungan hidupnya selama ini.
Dunia perlahan memudar dari kedua matanya.
“Mungkinkah ini saatnya?” tanya Akiong dalam hati. “ah memang saat inilah waktunya.” Pungkasnya lagi kemudian disambut dengan gelap yang perlahan mulai menjalari penglihatannya.
Tiiiitttt……… detector jantung menyala, meniupkan bunyi Panjang yang akhirnya mensunyikan ruangan tersebut. Semua Nampak tak percaya dan setengahnya telah menduga, beberapa orang diruangan tersebut saling berpandangan selama beberapa saat, sebelum akhirnya memeluk Akiong dengan isak tangis perpisahan.
******
“ Ah dimana aku ini?”
Tanya Akiong kaget, terbangun dari tidurnya. Matanya memutar sejenak, dipandanginya sekeliling meja di depannya. Suasananya tak asing.
“Ini… ini seperti kelasku dulu kan?” tanyanya lagi heran, kemudian beranjak dari tempat duduknya, Kembali memandangi sekitar dan mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Sedetik yang lalu matanya terkatup di dalam sebuah bangsal rumah sakit, namun sedetik kemudian ia terbangun di kelasnya semasa sma, sesuatu yang tidak bisa dicerna oleh logika akiong. Ia pun turut memperhatikan baju seragam yang sedang dipakainya, karena ia sangat ingat bahwa ia telah mewariskan seragam itu ke sepupunya.
“Kau bangun juga akiong.” Suara seseorang terdengar dari arah depan.
“Kau??”
“Ya ini Aku akiong, sahabatmu, zhang.”
“Zhang?? Kau yang dulu sering main ke kantin bersamaku itu kan?”
“Benar sekali” Zang tersenyum. “kau pasti kaget mengapa kita bisa ada disini?”
Akiong mengangguk. “Aku bahkan ingat hari kelulusan kita dulu, disaat kita berfoto bersama di depan madding.”
“Oh itu?” Zhang meraih sakunya mencoba meraih sesuatu. “Maksudmu ini?” katanya lagi dengan menyodorkan sebuah foto mereka berdua diantara banyak kerumunan kelas.
Dahi akiong mengernyit heran. “Jadi ada apa dengan semua ini dan bagaimana bisa aku bisa Kembali kesini, apakah aku baru saja melakukan perjalanan waktu?”
“Tidak sepenuhnya benar, dan tidak sepenuhnya salah.” Zhang menjelaskan itu dengan tenang, seperti sudah sangat mengenal tempat ini sebelumnya. “Kamu telah sampai di alam dimana kamu akan berproses ke tahap selanjutnya.”
“Jadi aku memang sudah mati?”
“Benar.”
“ini tidak sama dengan yang aku bayangkan dan mengapa ke sma?” Tanya akiong.
“Aku tidak punya jawaban untuk pertanyaanmu itu, tapi kurasa sma adalah puncak kejayaan hidup kita, dimana Impian dan masa polos kita terangkum jadi satu.”
Akiong masih melihat ke sekelilingya, dia sangat merasa nostalgia. “Kau sudah lama berada disini?”
“Mungkin, sebelumnya jinovi ada disini, namun karena dia tak mau menjadi ketua kelas, dia menyerahkannya kepadaku.”
“Jinovi? Dia yang ada di urutan pertama?”
“Ya begitulah.”
“Dia sudah mati? Aku tidak menyangka dia mati lebih dulu dari kita sekelas, memangnya dia mati karena apa?”
“Dia terlibat kecelakaan sih saat pulang kerja.”
“Oh crap” Akiong sedikit terkejut.
“itu lebih baik, karena ia mungkin lebih memilih menghindari kehidupan di ranjang rumah sakit seumur hidupnya.”
“Lantas kau sendiri mati karena apa?”
“Hal yang sama dengan Jinovi, hanya saja, kau tahu saat itu aku masih berada di lingkungan sekolah pendeta, suatu hal mengharuskan ku untuk mengendarai motor kejalan besar, dan disaat yang sama seorang sopir truk lengah dan booommm aku terhempas ke sini.”
“Ah kalian memang selalu berjodoh dari dulu, bahkan nyawa kalian terenggut oleh peristiwa yang sama.” Kata Akiong dengan terkekeh penuh canda.
“Kau ini Akiong, bahkan saat kau telah mati dan meninggalkan banyak orang, kau masih bisa meledekku.”
Mendengar jawaban zhang, akiong sedikit terperanjat dan sedikit panik. “hei hei lalu bagaimana keadaan tubuhku disana?”
Melihat gelagat panik dari sahabatnya, Zhang berinisiatif untuk menenangkan. “Tenang saja, anakmu sudah besar dan kau telah membimbing mereka menjadi manusia yang mandiri, mereka akan mengurus semua pemakamanmu disana.”
“Oh baiklah.” Akiong meniup nafas lega.
“Karena ini adalah moment-moment terakhir dalam fase terbaik hidupmu, maka akan kukabulkan semua keinginanmu semampuku.”
“Keinginan ya?” akiong menggaruk rambutnya, mencari sebuah keinginan terpendam yang ingin ia lakukan selama hidupnya. “Mungkin kamu bisa memunculkan naga? Aku selalu ingin menaiki seekor naga.”
“Yang realistis dong, dan aneh banget bahkan saat kamu sma kamu masih ingin menaiki naga.”
“Eman ada yang salah dari seorang siswa sma yang ingin menaiki naga?”
“Ya enggak sih, tapi aku tidak bisa mewujudkan itu, carilah yang lebih sederhana.”
Wajah akiong Kembali bersungut. “Mungkin kamu bisa mengajakku tur keliling sekolah sebentar? Dan membelikan aku makanan di kantin seperti dulu?”
Zhang menjetikan jarinya. “dikabulkan, tapi akan kucatat ini sebagai hutangmu selanjutnya.” Katanya dengan tertawa dan segera menarik bahu sahabatnya keluar kelas.
******
Suasana sekolah Nampak sangat sepi hanya ada mereka berdua dan beberapa burung yang saling berkicau di sana.
“Ah tempat ini” Akiong menghentikan Langkah kakinya. “tempat aku pertama kali bertemu mulan! Istriku.” Kata akiong antusias.
“Benar, bahkan akulah orang yang mengantarmu karena kamu tak berani bertemu dengannya.”
“Sudahlah jangan ingatkan aku tentang itu.” Kata Akiong sedikit kesal.
“Bagaimana kabar istrimu?”
“Ah dia istri yang hebat, dia meninggal setelah melahirkan anak ketiga kami. Kuharap dia menungguku di tempat sana nanti.”
“Pasti.” Kata Zhang dengan tenang sambil melanjutkan perjalanan mereka.
*****
Setelah tur perjalanan singkat yang dipandu oleh sang ketua kelas, Zhang, Akhirnya Langkah mereka berdua berhenti pada sebuah bangunan yang cukup renta, dengan beberapa meja tersusun rapi di sana.
“Benar-benar kantin yang ku kenal dulu.” Kata Akiong yang kemudian disambut senyuman ramah dari Zhang.
“Baiklah kau mau pesan apa?” Zhang berbalik menatap Akiong.
“Mungkin semangkok sup, dan segelas es the saja cukup.”
“Kau yakin hanya ingin memesan itu?” Zhang Nampak sedikit meragukan keinginan kawannya itu. “Kau bisa nambah dan aku tak akan mempermasalahkan hal itu.”
Akiong mengangguk. “Itu sudah cukup.”
“Baiklah.” Zhang kemudian berlalu meninggalkan Akiong yang kemudian duduk mengambil salah satu kursi di dekatnya.
Akiong masih memandangi kantin tua itu, terbayang bagaimana rusuhnya situasi kantin saat mereka masih sekolah dulu, ada yang membawa gitar dan menyanyikan lagu sekenanya, ada mereka yang sedang memadu asmara, Sebagian lagi masih sibuk membicarakan gossip antar kelas, dan mungkin Sebagian kecil dari mereka adalah golongan-golongan anak yang dihukum guru agar keluar dari kelas, namun keterusan sampai istirahat.
Di tengah lamunannya, Zhang datang menghampiri Akiong. “Satu sup hangat untukmu.”
Akiong tersenyum. “Terima kasih ketua.” Hidungnya kemudian mulai mencium bau-bau rempah sup yang sempat ia idolakan dulu, lidahnya kemudian bergerak untuk segera melahap semangkuk sup yang terhidang di depannya. “Ah rasa sup yang sedikit keasinan, persis seperti dulu.”
Zhang tertawa. “Kau sudah lulus berpuluh-puluh tahun lalu tapi masih ingat rasa sup ini.”
Mendengar perkataan sahabatnya, Akiong tak menggubris hal itu, ia masih sibuk menghabiskan sup yang ada di depannya. “Ahhhh segar sekali.” Katanya penuh dengan rasa puas.
“Ngomong-ngomong siapa saja yang datang sebelum aku?” Tanya Akiong sembari menengak segelas es the.
“Semuanya. Kebetulan kau adalah orang terakhir di kelas kita.”
“Terakhir? Maksudmu mereka semua telah pergi terlebih dahulu?”
“Benar.” Zhang tersenyum kemudian melempar pandangannya ke lapangan Seberang kantin. “Aku ingat saat Jinovi menyambutku dan bercerita bahwa ia sangat ingin pergi ke paris sebelum akhir hayatnya, dan setelah mendengar itu, aku menyalakan ac kelas ke level terdingin, menyalakan proyektor dengan latar belakang menara eifel yang indah dan berlagak bahwa kita sedang mengunjungi paris, dia tampak sangat bahagia walaupun itu tidak nyata.”
Akiong tersenyum, ia bersyukur bahwa teman-temannya mampu mewujudkan mimpi-mimpi mereka yang tertunda selama mereka hidup.
“Selain Jinovi, siapa lagi yang kau ingat?”
“Ahling.” Zhang berseru.
“Si anak pintar itu?”
“Benar.” Mata Zhang bersinar. “Dia bermimpi untuk menjadi salah satu presiden negara, akhirnya aku memberinya sebuah mimbar dan mendengarkan pidato ber api-apinya selama 2 jam.”
Akiong tertawa. “bagaimana dengan Linda?”
“Linda pernah bermimpi untuk menjadi pramugari, namun orang tuanya tak mengijinkannya, katanya mereka takut berjauhan dengan linda.”
“Lalu hal apa yang kau lakukan untuk mewujudkan impiannya?”
“Aku telah Menyusun kursi-kursi kelas kita dan menyulapnya menjadi sebuah kabin pesawat. Dan aku adalah penumpangnya, dia benar-benar pramugari berbakat dengan pelayanan yang terbaik.”
“Ahzen?”
“Si Ahzen bercerita bahwa dia adalah seorang pengusaha sukses semasa hidupnya, namun itu membuatnya menjadi tak menikmati hidupnya sendiri karena terlalu banyak tugas dan target yang harus dicapai. Permintaannya sangat sederhana, ia hanya ingin aku membawakannya Kasur kelapangan dan membiarkannya tidur dibawah sinar damai matahari selama 2 jam. Alasannya, ia sangat mendambakan hal itu, namun tak pernah mendapatkan kesempatan untuk melakukan tersebut.”
“Tianmai?”
“Tianmai mengalami kecelakaan tragis saat menempuh Pendidikan di universitas, itu membuatnya harus mengikuti operasi dan mengubur cita-citanya untuk menjadi atlet lari. Dia terus berjalan dengan tongkat selama sisa hidupnya, sehingga permintaan terakhirnya padaku adalah ia ingin aku membiarkannya berlari mengelilingi lapangan selama 2 jam sembari memberinya air sesekali.”
“Sungguh malang nasibmu tianmai.” Kata Akiong prihatin.
“Tapi aku senang melihat ia bahagia karena bisa berlari tanpa perlu menggunakan tongkatnya, wajahnya sangat bahagia saat itu.”
“Lalu Lianmai?”
“Lianmai adalah seorang penyanyi ulung kelas kita, dia
sangat bercita-cita untuk menjadi penyanyi besar apabila ia telah lulus dari sekolah,
ya namun semesta berbicara lain sehingga ia gagal mewujudkan itu.” Zhang
menghela nafas. “Jadi sebagai permintaan terakhirnya, ia ingin mengadakan
sebuah konser. Aku mendirikan sebuah panggung dari meja meja kayu kita dan membiarkannya
menyanyi selama 2 jam, lalu bersorak untuk suara emasnya, sungguh suara emas
yang tersia-sia.”
“Zack?”
“Zack sama seperti dengan Ahzen, dia adalah pebisnis handal, namun hal itu membuat dirinya terus berhadapan dengan orang-orang yang tidak tulus, ia jadi merasa sedikit kesepian karena orang hanya perduli pada uangnya dan mengabaikan perasaanya, jadi ia hanya menginginkan aku mendengarkan seluruh keluh kesahnya selama 2 jam.”
“Lalu bagaimana dengan Alin? Ku dengar dia sukses menjadi Wanita karir?”
“Benar.” Zhang berseru. “Tapi itu hanya agar ia mampu menyingkirkan rasa kecewanya kepada tunagannya yang memilih Wanita lain, ia mengejar karir sebagai pelampiasan sumur hidupnya sampai akhirnya ia sadar bahwa yang ia lakukan tak mampu menutupi rasa kecewanya.”
“Jadi?”
“Aku membiarkannya meluapkan emosinya saat itu, aku bahkan memberikan foto tunangannya dulu dan membebaskannya untuk menghancurkan foto tersebut.”
“Sinzang?”
“Si sinzhang mempunyai keinginan untuk menjadi personil band besar, jadi aku membawanya ke ruangan music dan menggelar konser bersamanya.”
“Huang wei?”
“Huang wei keturunan orang kaya, jadi aku hanya mendengarkan
bualannya selama 2 jam.”
“Zhangsan?”
“Ia hidup dengan ke terbatasan rezeki selama hidupnya, sehingga permintaan terakhirnya adalah mandi di kolam penuh uang.”
“Kau mewujudkannya?” Akiong bertanya heran.
“Ya.”
“dari mana kau mendapatkan uang sebanyak itu?”
“Aku bukan orang kaya kau tahu.” Zhang menjawab santai. “Aku mencetak ribuan lembar uang di printer sekolah dan menghamparkannya ke kolam sekolah, membiarkannya berenang di dalamnya selama 2jam.”
“Hei tapi tunggu dulu, mengapa semua yang kau lakukan selalu 2 jam?”
Zhang tersenyum. “Itu batas waktunya, kau hanya disini selama 2.5 jam”
“2.5 jam?” Akiong melihat arlojinya. “masih satu jam setengah lagi waktuku berarti.”
“Tepat.”
“Baiklahhhh…” Akiong bangkit dari tempat duduknya. “Mari lakukan 1.5 jam yang tersisa untuk mewujudkan impianmu.”
“Tiiidakkkk usahhhhhh…” Jawab Zhang dengan senyum canggungnya. “Aku sudah melakukan yang aku sukai.”
“Heii janganlah begituu… ayo lakukan yang ingin kau lakukan, aku kloter terakhirkan? Dan setelah ini kau pasti akan berposes ke fase selanjutnya karena tugasmu sudah usai.”
“Tidakkk usaahhh.” Zhang masih menolak.
“Ayolahhh katakan apa yang kau inginkan?”
Zhang yang terus didesak oleh Akiong akhirnya menyerah. Dan menarik nafas Panjang.
“Aku rasa permintaan terakhirku sangatlah sederhana, aku hanya ingin membersihkan kelas kita untuk yang terakhir kalinya. Kau pasti tahu bahwa aku adalah orang yang paling tidak suka piket kelas, jadi aku ingin ini adalah pertama dan terakhirnya aku melakukan ini untuk kalian.”
“Hanya itu saja?” Akiong merasa heran dengan permintaan Zhang yang sangat sederhana. “Ayo kita lakukan kawan.” Sambungnya lagi sembari menarik bahu temannya.
********
Mereka berdua akhirnya bekerja sama membersihkan kelas yang telah mereka huni berpuluh-puluh tahun yang lalu, kelas yang semula masih sedikit berantakan kini telah rapi seperti sedia kala, melihat hal itu, Zhang tersenyum.
“Terimakasih atas bantuannya, berkatmu kini kelas terasa lebih rapi, semoga penghuni setelahnya bisa menjaga tempat ini lebih baik.”
“Semoga saja.” Jawab Akiong yang kemudian kaget ketika memeriksa arlojinya.
“Astaga waktuku tinggal 15 menit.”
“2 jam yang berharga bukan?”
“Benar, mungkin saatnya aku pergi sekarang.” Katanya “Bisakah kau mengatarkanku ke gerbang sana?”
“Dengan senang hati.” Jawab Zhang kemudian mengantarkan sahabatnya untuk terakhir kalinya.
*******
Beberapa menit kemudian mereka telah sampai di gerbang keluar sekolah, terdapat Cahaya yang sangat silau diluar sana.
“Silau sekali sampai aku tak bisa melihatnya.” Ucap Akiong.
“Indah bukan? Setelah ini, yang kau jalani adalah indah dari seluruh kesabaranmu di masa duniamu dulu.”
Hening.
Mereka saling berpandangan, beberapa tetes air mata mulai menetes dari keduanya.
“terimakasih untuk semuanya, masa ini dan dahulu, semoga kita bisa bertemu lagi di suatu hari nanti.” Ucap Akiong sembari memeluk erat kawannya tersebut.
Zhang membalas pelukan itu, kemudian mengusap pelan punggung kawannya. “Aku janji, senang pernah bertemu denganmu.”
Akiong melepas pelukan erat itu, kemudian menatap dalam-dalam mata kawannya. “Baiklah aku pergi dulu, jaga dirimu baik-baik dan sampai jumpa lagi.” Ucapnya sebagai salam perpisahan, melangkah pelan menuju Cahaya tersebut dan melambai pelan kea rah Zhang.
******
Drappp drappp drapppp
Suara Langkah kaki Zhang berlari di Lorong sekolahan. Suaranya keras karena hanya ia yang tersisa disana.
“Baikah tinggal sentuhan kecil dan tugasku akan usai.”
Ia terus berlari kearah kelasnya, kemudian mengambil beberapa spidol warna dari kotak tempat tulisnya. Ia Nampak serius mengguratkan beberapa patah huruf di papan tulis tersebut.
“Selesai juga, dengan hal ini aku bisa pergi sekarang.” Katanya dengan bangga sambil melihat karya seni hasil tangannya.
KELAS INI TELAH LULUS DENGAN BAHAGIA
Ia masih menatap papan tulis itu beberapa saat, beberapa ingatan mulai menyeruak di dalam kepalannya, tentang tawa-tawa canda kenangannya di masa lalu, dan perasaan-perasaan bahagianya ketika ia berhasil mewujudkan keinginan-keinginan terakhir kawan-kawannya.
Airmatanya menetes perlahan, perasaannya campur aduk, sejenak ia membebaskan perasaan sedih dan bahagiannya bersamaan, namun sejurus kemudian menarik nafas Panjang untuk menguatkan batinnya.
Dengan Langkah perlahan ia mulai melangkah keluar kelas, ia membalik badannya dan memandangi kelasnya untuk terakhir kalinya. “Baiklah kawan-kawanku, kisah kita sudah selesai, kalian hebat dan semoga kita bertemu lagi di kesempatan yang lebih baik.” Batinnya kemudian menutup pintu secara perlahan, meninggalkan kelasnya yang kini sepi, sunyi, kosong dan hanya menyisakan jejak waktu dan kenangan yang tak akan terulang Kembali.
Komentar
Posting Komentar