Langsung ke konten utama

Bertemu kembali

 

Disuatu padang rumput nan luas, ditempat yang tak diketahui rimbanya, terdapat sebuah danau yang jernih dengan berbagai tumbuhan rindang dan berbuah lebat tumbuh subur mengelilinginya.

Di dalam padang rumput itu, tepatnya di bawah sebuah pohon apel, terlihat seorang pemuda sedang duduk diam seperti sedang menunggu sesuatu. Bajunya tuksedo lengkap, seperti seseorang yang telah baru saja menghadiri suatu acara penting.

“dia lama sekali.” Ucapnya lirih, sambil terus memandang luas ke arah danau. Tangannya beberapa kali menghampar ke rerumputan untuk mengekspresikan ke gusarannya atas sesuatu yang masih dia tunggu, sesuatu yang bahkan ia tidak tahu kapan ketibaannya.

“Bagaimana keadaanya? Apakah dia baik-baik saja saat ku tinggalkan kemarin?” tanyanya bingung sambil berharap-harap cemas, “Semoga saja dia menemukan jalan untuk kemari.” Katanya lagi penuh harap.

Ia pun kemudian memandang luas kelangit, dilihatnya awan cerah mengiringi pagi yang indah di danau tersebut. Burung-burung terus berlarian kesana kemari seolah hendak memberi tahunya sesuatu, sesuatu yang mungkin saja hal yang bagus atau malah sebaliknya. Burung-burung yang terus bernyanyi saling melengkapi dengan suara jangkrik dan katak yang memenuhi danau tersebut.

Pemuda itupun Kembali memalingkan wajahnya kea rah rimbunan buah apel yang bergelantung diatas wajahnya. Dengan wajah yang sedikit gusar, ia memetik salah satu apel itu kemudian memakannya. “Manis, seperti saat aku mencobanya dulu.” Terangnya lagi. “Ini adalah buah kesukaanya, dan akan kupetik beberapa untuk kusimpan lalu akan ku berikan padanya saat ia tiba nanti.” Katanya kemudian bergegas memetik beberapa buah dari dahan pohon di atasnya, membawanya dengan kaos dalaman tuksedo yang dikenakannya, menuju ke sebuah tenda yang terlihat sederhana dan perapian yang tersusun rapi seperti sudah di persiapkan sebelumnya.

Ia meletakan beberapa buah apel ke dalam tenda tersebut, lalu mengambil 2 buah apel dari Kumpulan buah yang sudah ia petik, meletakkannya ke dalam saku tuksedo dan bergegas meninggalkan tenda tersebut, Kembali menuju ke tempatnya semula.

Kaki-kakinya terus melangkah sampai ke tempat ia semula teduduk, dan masih menemukan keadaan yang sama sejak ia duduk disana berjam-jam yang lalu, yang menjadi pembeda hanya beberapa daun yang berguguran karena tak sengaja terpetik ketika ia sedang meraih dahan pohon apel tersebut.

Ia Kembali duduk dan memperhatikan hamparan air danau, di sela-sela penantiannya tersebut, ia Kembali berkata “Apakah ia memilih untuk mengunjungi danau lain dan membiarkanku sendirian disini?” tanyanya heran. “Ah kurasa tidak, dia bukan tipe Perempuan seperti itu.”

Setelah penyangkalannya tadi, tiba-tiba saja angin sejuk berhembus dari belakang punggungnya, menggoyangkan beberapa rambut poninya yang selalu ia banggakan itu. Derap Langkah kecil mulai terasa menghampiri dirinya, derap Langkah yang penuh keraguan dan ke hati-hatian seperti seseorang yang tengah menjumpai sesuatu yang aneh muncul di hadapannya.

Dengan penuh kehati-hatiannya orang tersebut mulai menepuk halus Pundak dari pemuda tersebut.

“Chandra? Kamu disini?”

Pemuda yang Bernama Chandra itu pun tersenyum kecil, tahu bahwa Perempuan yang ia tunggu telah tiba ke sampingnya.

“Kamu benar.”

“Boleh aku duduk?” Tanya Perempuan tadi.

“Tentu.”

Perempuan itupun duduk di samping Chandra, memperhatikan secara seksama wajah pemuda itu dari sampingnya.

“Kenapa begitu? Ini bukan pertama kali kita bertemu kan? Kamu bahkan sudah mengenal wajahku sejak 50 tahun yang lalu.”

“Memang benar.” Wanita itu mengiyakan. “Tapi sudah lama sekali aku tidak melihat wajah kamu dengan penampilan seperti ini.”

“Iya, lama sekali kita tidak berjumpa, Nadila Arsitiyani.”

Wanita itu berdeham, lalu memandang luas ke danau, seperti sedang melegakan diri dari sesak yang ia terima beberapa tahun belakangan.

“Bagaimana kabarmu setelah kepergianku?” Tanya Chandra.

“Semua berjalan begitu buruk, dan berat, aku bahkan harus memutar otak untuk menghidupi dava. Dinda, dan zia.”

“Aku memang selalu merepotkanmu. Dan sepertinya mereka juga sudah tumbuh menjadi anak-anak yang kuat.”

“Sepertinya.” Dila Kembali menarik nafas Panjang. “Setelah hari itu, semuanya terasa hitam putih, tidak ada lagi tawamu, hal-hal mengesalkan darimu yang dulu aku benci hadir kedalam hidupku.”

“Tampaknya, merepotkanmu bukan hal yang buruk setelah ternyata kamu juga masih merindukanku.” Ucap Chandara tersenyum sambil memandang wajah Dila, Perempuan yang telah lama ia tunggu kedatangannya.

“Begitulah.”

“Aneh.”

“Aneh bagaimana maksudmu?” Tanya Dila penuh heran.

“Biasanya saat aku muncul dengan sifat mengejekku, kamu akan memukulku penuh kesal, tapi sekarang tidak. Mengapa?”

“Entahlah, aku tidak ingin melakukan itu.” Dila menghela nafas, pandangannya yang sempat merasa aneh ke Chandra kini Kembali menghampar ke seisi danau. “Aku masih berfikir apakah ini semua nyata, sama seperti yang kamu katakan sebelum kamu pergi, dan apakah Kamu Chandra yang aku cintai dulu atau aku hanya tertidur dalam mimpiku saja.”

“Tenang saja, ini semuanya nyata.” Chandra meraih kedua tangan Dila dan mencoba merasakan tangan-tangan yang sempat ia genggam dahulu. “Aku sudah menunggumu disini lama sekali, karena aku yakin kamu akan hadir di tempat ini.”

“Ya sesuai janji kita.” Dila tersenyum, “Lalu apa yang kamu lakukan setelah kamu berpisah denganku?”

“Banyak hal. Bahkan saat 4 jam yang lalu aku tiba disini, aku sudah membangun tenda untuk kita bermukim sementara.”

“4 Jam?” Dila Kembali heran, “Kamu bahkan sudah meninggalkan aku 40 tahun yang lalu.”

“Iya, benar 40 tahun bagi alam dunia, tapi di nirwana ini berbeda. Konsep waktu di nirwana dan dunia itu berbeda.”

Dila masih terhenyak, mencoba mencerna kata-kata yang diucapkan oleh Chandra dan masih berusaha mengerti apa yang sedang terjadi.

Melihat dila yang masih kebingungan, membuat Chandra berinisiatif untuk menenangkannya, ia pun bangkit dari duduknya. “Mau jalan-jalan sebentar?”

Dila mengangguk pelan. “baiklah.” Jawabnya sembari menyambut tangan dari Chandra

 

*****

Langkah kaki kedua insan itupun melangkah pelan beriringan, mengitari danau ditemani sinar matahari yang hangat dan kicau hurung yang masih bersahut-sahutan.

“Yang harus kamu ketahui adalah kita sudah bersama dan kita tidak lagi terikat dengan sifat ke duniawian.”

“Maksudmu aku baru saja meninggal?”

“Tepat sekali.”

Dila menghentikan langkahnya, sejenak wajahnya terlihat panik. “Anak-anakku pasti mengkhawatirkanku, aku harus Kembali.” Katanya dengan nada sedikit bergetar.

“Hei-heii… tenanglah dila.” Ucap Chandra mencoba menenangkan. “Kamu telah membesarkan anak-anak kita menjadi pribadi yang kuat, mereka pasti mengetahui konsekuensi dalam alam semesta dan kamu harus tau bahwa saat kamu sudah tiba disini, artinya sudah tidak ada jalan Kembali untukmu.”

“Tapi mereka membutuhkanku?”

“Mereka bisa mengatasinya sendiri, kamu adalah ibu hebat yang membentuk karakter mereka sebagai anak-anak yang Tangguh. Mereka akan sama hebatnya denganmu, percayalah, semua akan baik-baik saja.”

“Baiklahh…” Ucap dila dengan sedikit sedih lalu Kembali melanjutkan perjalanannya.

“Aku ingin berterima kasih kepadamu.”

“Untuk apa? Aku tidak melakukan hal apapun.”

“Untuk banyak hal, untuk membesarkan anak-anak kita, untuk tetap sayang kepada mereka, untuk membimbing mereka, dan untuk tetap menepati janji kita.”

“Kamu tidak perlu berterima kasih untuk itu.” Kata dila, “Karena aku mencintaimu dan selalu akan begitu, semua hal berat itu adalah hal yang harus aku tanggung dengan tersenyum.”

“Jadi begitu.” Chandra berpaling, kemudian menyeka beberapa bulir air mata yang sempat mengalir di pipi dila. “Aku pikir setelah kepergianku, kamu akan memilih hati yang lain.”

“Kamu bodoh, bahkan apabila tuhan memberiku kesempatan Kembali untuk terlahir Kembali, maka orang yang aku pilih untuk aku dampingi seumur hidupku adalah kamu.”

“Bahkan saat ada orang yang lebih dari ku?”

“Jangan tanyakan pertanyaan bodoh itu lagi kepadaku.” Kata dila sedikit marah lalu berusaha mendorong Chandra karena kesal, membuat Chandra yang belum siap menerima serangan itu terhuyung jatuh ke dalam air.

Melihat Chandra yang basah kuyup karena perbuatannya, dila akhirnya cemas, dengan sedikit gemetar ia berusaha meminta maaf.  “payah sekali aku ini, bahkan setelah 40 tahun berpisah, aku masih saja suka mencelakaimu.” Katanya sembari mengulurkan tangannya ke Chandra.

Chandra berusaha meraih tangan dari dila, namun tanpa diduga, ia malah menarik tangan dila ke dalam danau, membuat dila terhuyung dan jatuh ke pelukannya dalam danau. “Kamu terjebak sayang, kamu tertipu lagi.” Katanya sambil tertawa yang kemudian disambut oleh tawa kesal dari dila.

 

****

Setelah drama di danau dan basah kuyupnya badan mereka karena air, mereka akhirnya menepi dengan disertai turunnya matahari dari singgasananya. Dalam keadaan gelap itu, Chandra menyalakan perapian dan membakar beberapa ikan hasil tangkapannya di perepaian tersebut, ditemani dila yang masih berselimut kedinginan.

“Kamu Nampak menggigil.”

“Benar, apalagi saat pakaianku basah.”
“Basah? Kurasa tidak.”

Dila pun melihat ke arah pakaiannya, melihat pakaian putihnya tadi berubah menjadi pakaian merah muda, seperti gaun yang sangat mahal.

“Kenapa ini? Dan bagaimana bisa?”

“Ini nirwana dila, semuannya bisa terjadi, dan apakah kamu tidak mengingat gaun itu?”

“Tentu aku mengingatnya, ini adalah gaun pertama yang kamu berikan padaku.”

“Kamu suka?”

Dila tersenyum kecil “Tentu.”

Senyum yang terbit itu, membuat malam semakin hangat.

“Lalu apa yang terjadi setelah kita sampai disini?”

Chandra berdeham. “Menunggu proses selanjutnya.”

“proses selanjutnya? Maksudmu?

“Ya proses selanjutnya.” Kata Chandra menenangkan, “Menerima pembalasan atas konsekuensi hidup kita di dunia.”

“Bersama?”

Chandra menggeleng. “Tidak.”

Dila sedikit kaget, raut wajah cemasnya kini muncul Kembali. “Maksudmu kita akan berpisah Kembali?”

“Ya, seperti itu. Tapi kali ini singkat sebelum akhirnya kita menyatu dalam keabadian.”

“Entahlah, semua ini membuatku bingung.” Dila Kembali mengeluh gusar.

“Wajar, karena kamu baru disini, saat semua sudah berlalu kamu akan mengerti.”

“Kurasa.”

“Mau makan?” tawar Chandra.

“Tidak, kurasa satu ikan tadi cukup.”

Chandra tidak marah mendapat penolakan tersebut, ia pun Kembali berkata. “Tidurlah, pasti banyak suara yang berisik di otakmu sekarang, kamu butuh menenangkan diri terlebih dahulu.”

Dila mengangguk, lalu beranjak masuk ke dalam tenda, meninggalkan Chandra yang tersenyum Bahagia sambil memandanginya dari luar tenda. “Pada akhirnya aku bisa melihat wajah cantiknya lagi.” Gumamnya senang kemudian mengikutinya masuk ke dalam tenda.

 

 

 

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Afterlife

  “Tidak… dia nampaknya tak akan bertahan lebih lama lagi.” “Aku harap ini adalah moment-moment terbaik di sisa hidupnya.” Suara berisik itu terus bersahut-sahutan diruangan tersebut. Akiong yang sudah lama di terpa oleh penyakit lansia kini telah sampai pada kekalahan atas pertarungan hidupnya selama ini. Dunia perlahan memudar dari kedua matanya. “Mungkinkah ini saatnya?” tanya Akiong dalam hati. “ah memang saat inilah waktunya.” Pungkasnya lagi kemudian disambut dengan gelap yang perlahan mulai menjalari penglihatannya. Tiiiitttt……… detector jantung menyala, meniupkan bunyi Panjang yang akhirnya mensunyikan ruangan tersebut. Semua Nampak tak percaya dan setengahnya telah menduga, beberapa orang diruangan tersebut saling berpandangan selama beberapa saat, sebelum akhirnya memeluk Akiong dengan isak tangis perpisahan.       ****** “ Ah dimana aku ini?” Tanya Akiong kaget, terbangun dari tidurnya. Matanya memutar sejenak, dipandanginya sekeliling ...

Yang akan terjadi pada kehidupan umat manusia di masa depan

  Masa depan adalah suatu periode waktu dengan berjuta ketidak pastian, kadangkala ia akan bersifat baik ataupun malah sebaliknya. Pendekatan-pendekatan yang bisa dilakukan oleh umat manusia hanyalah pada sebatas prediksi dengan probabilita kemunkinan terjadi yang sangat terbatas. Bisa aja hal itu meleset, namun bisa saja menjadi benar. Selain itu, ke akuratan dari prediksi tergantung dari sudut pandang dan persepsi orang lain pula. Kadang ke jelasan kalimat yang tidak utuh akhirnya menghasilkan sesuatu yang terlalu ambigu atau mempunyai dua makna yang bisa diartikan secara multilinier. Sehingga pada akhirnya kebenaran dari masa depan terkesan dirangkul dengan satu kalimat tanpa penjelasan terperinci.   Adapun masa depan adalah sebuah periode yang tidak menemui kepastian, namun bisa saya Tarik prediksi bahwa beberapa hal yang saya cantumkan mungkin bisa jadi hal yang akan terjadi di masa depan, walaupun tidak 100% benar, ataupun bisa 100 % salah, namun hendaknya semua perk...

Yuda dan Wulan

  Suatu hari disuatu sudut sekolah di pertengahan tahun 2018. Di sudut kelas ips 3, yuda seorang siswa setengah jangkung itu berdiri bersandar pada tembok kelas tersebut. Matanya untuk sekejap mengudara mengitari sudut sekolah yang mulai sepi. Hal ini karena angkatannya telah meninggalkan sekolah, dan hanya tersiksa adik-adik kelasnya yang masih berada di dalam kelas. Perbedaan kurikulumlah yang mengakibatkan hal ini bisa terjadi. “Baiklah anak-anak, sepertinya ada yang sedang menunggu kalian diluaran sana.” Kata Bu eko datang dari dalam kelas. Yuda yang sedari tadi melongok dari jendela tiba-tiba menunduk setelah seisi kelas mengalihkan pandangannya ke arah yuda. “Sialan. Bu eko kalau jail emang suka kebangetan.” Gerutunya. “Hei wulan, pangeran yuda sudah siap menjumputmu.” Kata salah satu anak mengejek. Wulan tersenyum sinis, perasaan malu dan senang itu bertarung hebat di dadanya. “Hei yuda, sedang menunggu siapa kamu disana?” Tanya bu eko seolah memulai interoga...